sumber: mylovemichellesshortfilmfestival.com |
Saat kita mengira film,
penampilan, dan karya seni menjadi sekedar pendulang uang, ternyata sudah sejak
lama film menjadi motor bergeraknya masyarakat menuju kebaikan. Saat dulu kita
mengeluh film Indonesia berkutat di masalah pornografi dan klenik, ternyata
kini kita harus bertindak. Kita tak boleh sekedar mengeluh. Karena lebih baik
menyalakan sebatang lilin daripada terus mengutuk kegelapan.
Salim Al Fillah, dalam buku
fenomenalnya yang berjudul “ Saksikanlah bahwa Aku Seorang Muslim”
mengungkapkan banyak fakta tentang kuatnya dunia seni dan sastra, yang mana
film ada di dalamnya. Paradigma yang ada di Indonesia sebenarnya memang
cenderung memisahkan seni dan budaya dari ilmu pengetahuan pada umumnya. Namun
seni dan ilmu pengetahuan harus terus bergandengan tangan. ITB adalah Institut teknik
yang di dalamnya ada fakultas seni rupa tempat orang belajar melukis, membuat
patung, hingga merancang desain mobil terbaru. Salim berkata: “Ternyata, untuk
menjadi sebuah peradaban, setiap proyek pemikiran harus disupport oleh proyek
budaya.”
Pernah ada masa-masanya jilbab
demikian terlarang di Indonesia. Tidak sedikit siswi SMA Negeri Unggulan di
Bandung yang dikeluarkan dari sekolahnya karena konsisten berjilbab. Namun kini
silahkan kita melihat dari timur hingga ke barat. Betapa mudahnya kita
menemukan, jilbab-jilbab yang rapih dikenakan. Bagaimana asal muasal keajaiban
itu berasal? Salah satunya karena konsistensi pejuang jilbab dulu kala, yang
ngotot pakai jilbab meski ijazah SMA taruhannya. Sebab lainnya ada sebuah pesan
yang marayap ke khalayak rakyat bahwa jilbab itu lazim dan indah bila
dibudayakan. Siapa yang menyebar pesan itu?
Salim A Fillah mengatakan bahwa
lagu “Aisyah Adinda Kita” dari Bimbo dan “Lautan Jibab” karya Emha Ainun Najib
menjadi sebuah senandung, syair, keindahan yang nyaman diulang-ulang tua muda
manusia Indonesia. Beriut kutipan Aisyah Adinda Kita:
Aisyah adinda kita yang sopan dan jelita
Angka SMP dan SMA sembilan rata – rata
Pandai mengarang dan organisasi
Mulai Muharam 1401 memakai jilbab menutup
rambutnya
Busana muslimah amat pantasnya
Salim pun mengatakan bahwa dengan
bantuan sastra dan seni di mana film ada di dalamnya, sebuah ide pemikiran dan
nasehat bisa berkembang pesat. Bila kita lupakan sastra dan seni (yang mana
film ada di dalamnya), ide kita akan beresiko ditelan zaman. Mengapa
pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah tidak populer padahal begitu cerdas. Salim menyitir
kata Ustadz Musyaffa ‘Abdurrahim dalam Membangun
Ruh Baru, “Karena Ibnu Taimiyah tidak didukung oleh para
penyair!” Sebuah paradox yaitu kasus Omar Al Khayyam sang ahli matematika dan
astronom brilian namun justru terkenal dengan Ruba’iyyat, kumpulan puisi empatan. Justru mahsyur lah
ia karena sastra dan seni (yang mana film ada di dalamnya). Sebuah nasehat yang
dibungkus sastra dan seni, akan mahsyur dan mengakar kuat. Sebagaimana lirik
Aisyah Adinda kita berikut:
Aisyah adinda kita yang sopan dan jelita
Index Prestasi tertinggi tiga tahun lamanya
Calon insinyur dan bintang di kampus
Bulan Muharam 1404 tetap berjilbab menutup
rambutnya
Busana muslimah amat pantasnya
Jepang mulai menyiarkan film
captain tsubasa di kisaran tahun 1990-an. Anak-anak SD yang menonton TV jepang
itu meihat idolanya bermain bertanding sejak SD hingga cerita berlanjut,
tsubasa pergi ke eropa, berlatih, pulang ke Jepang, lalu membuat Jepang jadi
juara dunia. Mungkin itu baru terjadi di film, namun kisah itu hidup di jiwa
bocah-bocah jepang, mengental, mengendap, dan menjadi visi mereka untuk
diwujudkan di masa yang akan datang. Bertahun-tahun setelah itu, sepakbola
Jepang bangkit, menjadi tuan rumah piala dunia, dan mampu bersaing di kancah
Internasional. Padahal dulu Jepang sempat belajar sepakbola pada Indonesia. Di Indonesia pun terjadi, novel plus film Ayat-ayat
Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih berhasil memberi semangat berbusana muslim,
melanjutkan karya Bimbo “Aisyah Adinda Kita”.
Sastra dan seni (yang mana film
ada di dalamnya) memberikan visi, energi, teladan, cinta, rasa di jiwa para
pemirsanya. Sastra dan seni bagaikan ruh bagi peradaban ini. Maka ia adalah pedang
bermata dua, bisa membangkitkan bisa pula menghancurkan. Mari kita evaluasi
tontonan kita dan anak-anak kita sekarang. Apakah tontonan di saluran TV swasta
itu akan membentuk anak-anak kita menjadi pahlawan Indonesia berikutnya atau
justru pecundang masa depan, kita memohon perlindungan kepada Allah.
Himbauan Bapak Gubernur Jawa
Barat Ahmad Heryawan pasca hadir di
acara penganugerahan Festival Film Bandung 2014: “Majulah perfilman Indonesia.
Film yang menginspirasi dan mengedukasi
masyarakat akan makin dicari. Karena masyarakat Indonesia makin sejahtera,
berpendidikan dan relijius.”

![]() |
Aher di Acara Festival Film Bandung 2014 sumber gambar: fanpage Facebook AHER for President |
Tak sekedar membuat film, para sineas kita (dan seniman lainnya) perlu
membuat film yang penuh energi, visi, cinta, cita-cita, pelajaran, edukasi,
inspirasi, dan punya sentuhan reliji. Maka karya mereka akan hidup
selamanya-hingga kiamat merapat. Mereka abadi tak hanya sebagai karya seni dan
sastra, namun juga menjadi ruh dan spirit bagi jutaan pemirsanya.. Sebagaimana lirik
Aisyah Adinda kita bagian terakhir
Aisyah
adinda kita tidak banyak berkata
Aisyah
adinda kita dia memberi contoh saja
Ada
sepuluh Aisyah berbusana muslimah
Ada
seratus Aisyah berbusana muslimah
Ada
sejuta Aisyah berbusana muslimah
Ada sejuta Aisyah, Aisyah adinda kita
Ada sejuta Aisyah, Aisyah adinda kita
Benar bukan? Bimbo dan karyanya
benar-benar “abadi”. Bahkan kini tak hanya sejuta, 100 juta putri Indonesia
menjadi Aisyah Adinda kita yang berjilbab.
Allah lah sumber segala kekuatan,
segalanya puji hanya bagi Allah.
Oleh: Fanfiru
Bahan Bacaan:
0 Komentar