sumber gambar: news.tridinamika.com |
Kalibrasi adalah sebuah proses
mengembalikan ukuran kepada standar asal. Misalkan timbangan beras, secara
berkala haruslah dikalibrasi agar tepat memberi informasi bahwa 1 Kg memang 1
kg bukan malah jadi 2 Kg. Hati kita juga berfungsi sebagai timbangan untuk
menimbang yang baik dan buruk, yang indah dan tak indah, yang benar dan salah.
Repot tentunya bila timbangan tersebut tidak tepat memberi informasi, yang
buruk akan kita lihat baik dan yang baik akan kita lihat buruk. Al Quran adalah
kalibrator hati kita.
Umar bin Khatab mengamuk di momen
Rasulullaah wafat dan berjanji akan menebas siapapun yang mengatakan bahwa
Rasul telah tiada; beliau enggan menerima kenyataan buruk tersebut. Lalu apa
yang dilakukan oleh abu bakar? Abu bakar menyadarkan kembali persepsi Umar
tentang kenabian dan kerasulan dengan sebuah kalimat:
“wahai Umar . . . . . andai kau menyembah
Muhammad, hari ini Muhammad telah pergi, tapi jika kamu menyembah Allah,
percayalah sesungguhnya Allah tetap hidup dan kekal selamanya.”
Dan lalu Abu Bakar melanjutkan
dengan membaca Ali Imran 144:
[3:144] Muhammad itu
tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa
orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang
(murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.
Umar pun menyahut, “Seakan-akan
aku baru mendengar ayat ini.”
Umar seperti baru teringat
kembali ayat tersebut dan ia pun menjadi tenang serta menurunkan pedangnya.
Kita bisa melihat di sini bahwa
kondisi hati Umar di kalibrasi ulang dengan ayat tersebut. Yang awalnya galau
kembali rasional. Maka kita bisa melihat salah satu fungsi Al-Qur’an adalah
mengkalibrasi hati kita; membuat bisikan-bisikan hati kita kembali normal dan
baik.
Salah satu ketidaknormalan hati
tentu adalah perasaan malas beramal. Kalibrasilah hati kita dengan melantunkan
ayat yang sesuai. Di sinilah peran hafalan Qur’an menjadi penting. Dan, menurut
pengalaman penulis, ayat dalam bahasa arab akan lebih mengena dibandingkan
tafsiran bahasa Indonesia yang lebih sempit dalam makna. Di sinilah peran
hafalan Qur’an menjadi penting.
Bila tiba-tiba harus berjuang
melawan sesuatu yang tak terkalahkan maka lantunkanlah surat Muhammad ayat 7
dalam bahasa arab sambil memaknai maknanya bahwa barangsiapa menolong agama
Allah, maka Allah akan menolong dan meneguhkan kedudukan.
Bila tiba-tiba merasa malas untuk
beramal, maka lantunkan Surat Taubah ayat 41 sambil memahami artinya,
“Bergeraklah kamu baik dengan rasa ringan dan rasa berat….”
Bila tiba-tiba merasakan sedih
dalam perjuangan ini, maka lantunkan At-Taubah ayat 40 yang memiliki arti,
“Janganlah kau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”.
Dan banyak ayat lainnya, yang
akan menjadi penguat. Bukan hendak mengecilkan pengaruh kata-kata mutiara,
namun entah bagaimana, ayat-ayat Al-Qur’an memberikan dorongan yang lebih kuat,
mengkalibrasi lebih tepat, dan memberi makna yang lebih dalam. (Dikutip dari Artikel
Rio Aurachman: Menjadi Da’i yang Tak Pernah Lelah, Web Fimadani)
Mungkin itu menjadi sebab mengapa
Mang oded, Wakil Walikota Bandung memberikan penekanan khusus perihal belajar
Al-Quran saat memberi di SMPN 40 Bandung, Senin, tanggal 15 September 2014.
Beiau berpesan agar siswa SMPN 40 menimba ilmu sebaik mungkin dan ingatlah
selalu untuk terus mengahafal AL Quran. Karena pada umur ini, adalah masa
perubahan yang benar-benar harus dijaga sebaik-baiknya dengan aktifitas
positif. Mang Oded sendiri senantiasa berusaha menjadi penghafal Al Qur’an
meskipun kini sudah menjadi pejabat publik. Justru saat menjadi pejabat public,
saat amanah menjadi demikian berat, Al Quran sebagai kalibrator hati kian
dibutuhkan.
![]() |
Mang Oded Saat Menjadi Inspektur Upacara di SMPN 40 Bandung |
Mari kita bayangkan sikap apa
yang akan dimiliki oleh pelajar Bandung jika ia mengulang-ulang hafalan
Al-Qur’an surat Luqman: 14; Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Mari kita bayangkan bagaimana
semangat pelajar bandung dalam meraih prestasi di kelas bila mereka
mengulang-ulang hafalan Al Qur’an surat
Al-Mujaadilah ayat 11 : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Bersama Al Quran, kota Bandung
akan benar-benar menjadi Bandung Juara. Mungkin benar, ada pendapat bahwa orang
tua siswa ketika menentukan sekolah anaknya, akan mencari sekolah yang punya
program peningkatkan hafalan AL Qur’an. Mungkin benar kata Ustadz Yusuf
MAnshur, trend nama untuk bayi yang baru lahir adalah Hafidz dan Hafidzah.
(Fanfiru)
0 Komentar