Duduk berlama-lama di ruang meeting The Jayakarta Hotel Bandung
nyaman aja bawaannya, padahal acara yang tertera dalam undangan cukup serius.
Mungkin karena Cheese Roll favorit tersaji di meja yang rasanya emang beda…mak
nyus...hehe…salah fokus. Tapi emang ga kebayang, gimana kalau hanya ngunyah
data dan angka tanpa nguyah yang menerbitkan selera. Modus.
Ini tentang Komite III DPD RI yang
serius gandeng Penggiat Keluarga Indonesia (GIGA). Hajatnya menggelar Seminar Penelitian
Empirik Rancangan Undang-Undang tentang Ketahanan Keluarga. Hari itu (Kamis, 13
April 2017) serentak diadakan di 3 kota yaitu Bandung, Makassar dan Padang.
Euis Sunarti Ketua Panitia dari
GIGA mampu menawan perhatianku. Mungkin disokong dengan tampilan segar jilbab
bunga-bunga, sehingga ketika dia membuka acara menjelaskan panjang lebar bahwa
tujuan penyelenggaraan acara semata untuk menangkap seberapa besar magnitude masalah keluarga dan
memperoleh pandangan pentingnya pemerintah lebih meningkatkan pembangunan
keluarga, disamping ingin pula menangkap kebutuhan penyediaan instrumen hukum
yang lebih kokoh dan mengetahui lingkup ketahanan keluarga yang perlu diangkat
dalam aturan hukum, kutanggapi santai aja. Psst…jangan-jangan faktor Cheese
Roll juga…ha ha…
Giliran Herry Koswara, dosen
Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Dewi Sartika, Kepala Badan
BP3AKB, dan Diah Nurwitasari Anggota Peneliti pada Direktorat Riset, Pengabdian
kepada Masyarakat dan Inovasi Universitas Pajajaran menyampaikan materi sesuai
bidang yang digeluti. Itu semua membuat otakku sedikit jenuh, kepenuhan materi.
Sesi diskusi nampaknya yang paling
seksi. Terbukti pertanyaan diajukan bertubi-tubi. Terhangat menurutku ketika
seorang peserta dengan nada kecewa mengkritisi pemerintah dengan mengatakan,
“Mengapa tak satupun produk undang-undang
yang bernafaskan Islam, padahal penduduk Indonesia mayoritas Islam.?"
Penjelasan yang diberikan Dipl.Ing.Hj.Diah Nurwitasari,M.I.Pol.
ternyata memuaskan. Mantan Anggota DPRD Jabar dari Fraksi PKS ini
memberikan contoh konkrit. Dibeberkan pemandangan ketika penggodokan PERDA Jabar no 9
tahun 2014 (tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga) DPRD Jabar bersama
Pemprov digambarkan begitu mendebarkan. Bagaimana dinamisasi saat penentuan memilih
kata yang akan dituangkan dalam undang-undang dengan harapan hukum Islam tetap terakomodir
namun tak harus secara tekstual,
mengingat Indonesia bukan negara Islam. Akhirnya yang muncul dalam Pasal 18
PERDA tersebut, kalimat sebagai berikut:
Dipl.Ing.Hj.Diah Nurwitasari,M.I.Pol |
“Pemenuhan hak dan pelaksanaan
kewajiban suami istri, didasarkan atas perkawinan yang sah menurut hukum
masing-masing agama, serta dicatat sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.”
Jawaban diatas menjadi umpan balik, berkaitan dengan masalah nikah, walau beda masalah. Dikatakan Penanya bahwa fenomena dilapangan, sering peraturan yang dibuat tak
diindahkan. Dia berikan contoh tentang Penataran bagi Calon Pasangan Pengantin
di KUA yang selama ini kurang diindahkan.
Diah menanggapi dengan melontarkan ide, "Perlu ada
jurus paksa versi KUA. KUA harus mau memfasilitasi agar Penataran dimaksud bisa
terwujud. Kursus Parenting tak
berbayar bisa jadi alternatif atau fasilitas lain yang memudahkan calon pengantin."
Mengakhiri penjelasannya,
perempuan cerdas yang saat ini memegang amanat Wakil Ketua BPKK DPP PKS ini mengingatkan ulang, perlunya political will mulai dari Kepala Negara
hingga Kepala Daerah dan DPR-RI sehingga punya daya paksa dalam pelaksanaan
setiap undang-undang terutama yang berkaitan dengan Ketahanan Keluarga.
(Frieda, Tukang Catat).
0 Komentar