![]() |
Ilustrasi |
pksbandungkota.com - Allahu ahad. Ayat pertama dalam
Al Qur’an surat Al Ikhlash. Ahad yang artinya satu. Sebuah pernyataan bahwa
ketunggalan Allah bersifat absolut. Ketunggalan yang bukan hasil dari penjumlahan
apalagi peleburan. Allah adalah satu. Maka tak ada yang pantas ditawar untuk
menyerupai, apalagi melebihi ketunggalan-Nya sebagai Yang Maha.
Allah adalah pencipta dan pemilik
peradaban. Allah menguasai yang nampak maupun yang tidak, yang hakiki maupun
majazi, yang terarah maupun transisional, yang dekriptif maupun tak definitif.
Alhasil, jika kemudian Allah disandingkan apalagi dikesampingkan oleh yang
lain, pantaslah kemudian kita menjadi manusia-manusia yang merugi.
Jika kita refleksikan nilai-nilai tauhid
terhadap diri sendiri, seyogyanya kita lebih sering lagi dalam berbenah. Sebab
terkadang di antara simpul-simpul kehidupan, kita mengesampingkan nilai-nilai
tauhid tersebut yang justru seringnya membuat kita gamang dalam berdakwah. Maka
tak heran jika sebagian dari kita lelah dan berputus asa dalam jalan dakwah
ini. Seolah Allah tak pernah mengawasi dan menganugerahi perbekalan yang
melimpah. Ruh kita mati. Jasad kita membusuk dalam khilaf berkepanjangan. Allah
adalah satu, ikhwah fillah, lantas mengapa masih saja kita meragu bahkan menepi
dalam berdakwah?
“Ahadun Ahad..!” adalah kata-kata indah
yang senantiasa dikumandangkan oleh seorang shahabat Rasul kala mendapat
perlakuan buruk dari kafir Quraisy. Bilal Bin Rabah, tentu kita sering mendengar
namanya, pula mendengar bagaimana keras perjuangannya dalam memegang tali Islam
yang Allah ulurkan untuknya. Namun pada hakikatnya, apakah kemudian atas
seorang Bilal Bin Rabah kita mampu memperoleh banyak pembelajaran? Mari kita
berbenah lagi. (Asih)
0 Komentar