Kisah Tiga Domba Yang Egois



Dalam sebuah kisah yang diceritakan oleh Syekh Anwar al wakiy, terdapatlah 4 ekor domba yang berkawan. 3 Domba berwarna hitam, sedangkan 1 domba berwarna putih. Setiap hari mereka harus pergi merumput di padang rumput yang cukup jauh dari rumah mereka. Sehingga perjalanan pulang harus dilalui dalam keadaan malam. Malam hari dan jarak yang jauh mengundang kejahatan untuk memangsa mereka. Terdapatlah serigala yang setiap malam, di balik pohon mengintai mereka yang berjalan pulang setiap harinya. Serigala lapar tapi melihat jumlah domba yang banyak itu. Dia memilih menunggu dan mempersiapkan strategi yang matang.
Sepertinya doa dari serigala cukup kuat. Kawanan domba hitam terpikirkan akan suatu ide. Ide yang jahat namun terlihat jitu. Mereka berpendapat bahwa, membawa teman berwarna putih untuk berjalan bersama di malam hari adalah suatu kerugian. Warna putih yang mencolok itu akan mudah dilihat oleh serigala. Mereka pikir serigala akan mudah melihat mereka jika domba putih dibiarkan berjalan bersama mereka. Domba hitam pun menyimpulkan, untuk keselamatan domba yang lain, maka domba putih harus dikorbankan.
Domba putih yang malang itu tidak menyadari siasat buruk dari kawan-kawannya. Domba putih tetap berjalan bersama mereka tanpa curiga, pergi ke padang rumput sambil bercengkrama. Domba hitam pun tampak lihai bersandiwara, raut wajah mereka tetap bersahabat meski ternyata di dalam hatinya ada niat jahat. Ketika malam tiba dan mereka harus pulang, berjalanlah sekawanan itu di jalan yang biasa, jalur yang biasa, dan ancaman serigala yang biasa. Serigala pun sudah menunggu di tempat yang biasa, dengan rasa lapar seperti biasa, dan strategi matang yang biasa. Namun serigala melihat sepertinya kondisi sekarang tidak biasa. Serigala bisa membaca ada perpecahan di sekawanan domba itu. Serigala membaca hal tersebut sebagai peluang emas. Dia mengamati dengan seksama.
Domba hitam dengan aba-aba yang samar melakukan gerakan serentak menghindar pelan dari domba putih di titik yang mereka curigai sebagai sarang serigala. Sekawanan yang biasa bergandengan tangan dengan erat itu kini mengambil jarak dari temannya yang berwarna putih. Domba putih keheranan, namun belum selesai keheranannya terjawab, semak-semak bergemerisik, serigala melompat dan menerkam sang domba putih. Tanpa ampun serigala mencabik mangsanya yang mengerang kesakitan. Sementara sekawanan domba hitam melihat temannya mati dari jarak jauh. Entah dengan rasa kasihan atau dengan rasa puas. Mungkin dengan rasa puas karena mereka pikir perjalanan pulang selanjutnya akan aman sentosa.
Namun ternyata mereka salah. Di hari kedua mereka pulang, serigala dapat membaca situasi bahwa tim domba sudah tidak sekuat dulu. Selain karena jumlahnya yang lebih sedikit, mereka sudah lemah secara mental karena domba hitam dengan pengecutnya membiarkan temannya menjadi tumbal. Serigala berpikir bahwa bila serigala menyerang satu domba, maka dia akan kenyang malam itu, dan domba lainnya tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Benar saja, di malam hari kedua, serigala menyergap seekor domba hitam. Menyantapnya dengan lahap kemudian pergi membiarkan dua ekor domba lainnya ketakutan berdiri di sana. Membiarkan mereka sebagai cadangan hari esok. 
Malam ketiga juga terjadi hal yang sama. Serigala menabrak domba hitam yang satu lagi hingga terguling. Kemudian melahap dengan buas hingga kenyang. Domba hitam yang tersisa hanya melihat dengan pasrah. Dia mengira akan dilahap saat itu juga bersama temannya.
Ternyata tidak, serigala membiarkan domba yang tinggal satu lagi itu untuk esok hari. Sepulang domba dari padang rumput, serigala mengejar sang domba yang ternyata masih sempat lari. Terus dikejar hingga domba kelelahan. Saat domba sudah tidak kuat lari lagi dan sudah benar-benar terpojok, serigala mencengkeram leher sang domba, menatap mangsanya tanpa iba. Sebelum kematiannya menjemput, sang domba hitam berkata sebuah kalimat yang sangat penting dan patut kita ambil pelajaran. Syekh Anwar AL Wakiy menceritakan perkataan sang domba dalam bahasa inggris:
I was eaten, the day the white sheep was eaten. I had signed on my execution form, the day I allowed the white sheep to be eaten, that’s when I died. I didn’t die now, I didn’t die today. I died when I allowed the wolf to eat the white sheep.
Bila kita terjemahkan secara bebas maka artinya adalah sebagai berikut:
“Aku telah dimakan saat domba putih dimakan. Aku menandatangani surat eksekusi-ku saat aku membiarkan domba putih dimakan, saat itulah aku mati. Aku tidak mati sekarang, aku tidak mati hari ini. Aku telah mati saat membiarkan serigala memakan domba putih.”
Syekh Anwar Al Wakiy dalam ceramahnya mensarikan beberapa inspirasi dan hikmah. Namun salah satu hikmah yang kita bahas lebih rinci dalam tulisan kali ini adalah tentang kepedulian diantara sesama manusia.
Ada sebuah teori bernama The Broken Window Theory. Teori itu bercerita bahwa jika ada rumah yang tak berpenghuni dan salah satu kaca rumahnya pecah, kemudian dibiarkan tak diperbaiki, maka tinggal menunggu waktu kaca yang lain akan ikut pecah juga. Kerusakan itu demikian menular sehingga temboknya akan rusak juga, pintunya akan copot sehingga rumah itu menjadi sangat mengerikan. Ternyata teori tersebut terjadi di beberapa rumah kosong.
Bila kita ibaratkan, seperti halnya kita biarkan tetangga kita kelaparan, kawan kita sulit cari pekerjaan, anak kecil dilecehkan secara seksual, putri dan siswi kita dinodai, pemuda-pemudanya rusak tanpa masa depan, maka tinggal tunggu waktu kemalangan itu akan giliran menimpa kita. Cepat atau lambat bila kita diam saja.

Murobbi (guru mengaji-red) dari penulis selalu mengatakan, jangan sampai ada orang yang datang minta tolong ke kita, memohon bantuan ke kita, kemudian pulang dengan tangan kosong. Lakukan sesuatu yang kita bisa. BIla tidak bisa membantu penuh, bantulah setengah. Jika tidak bisa bantu sama sekali, bantu carikan orang lain yang bisa bantu. Betapa harus kita hindari bersikap acuh dan tak peduli dengan sekedar berkata, “Maaf saya tidak bisa bantu”.
Melihat permasalahan yang menimpa umat, mari kita lakukan sesuatu yang kita bisa. Minimal sekali kita mendoakan dengan tulus. Kita berusaha penuh untuk menjadi solusi bagi setiap permasalahan. Karena Rasulullah SAW mengatakan bahwa kita bagaikan satu tubuh, saat yang satu terluka maka yang merasa sakit adalah semuanya, dan semuanya berusaha bahu membahu menyingkirkan sang biang sakit. Sebagaimana dikutip Syekh Anwar Al Wakiy:
The Prophet (peace be upon him) is saying, if your finger is injured or your foot is injured, any part of the body is injured and you feel that pain, you cannot sleep! And your body develops a fever because your body is trying to fight the bacteria inside the infection. It?s trying to fight the enemy so the whole body gets involved in that process. That is the description the Prophet (peace be upon him) gave of the Ummah.
Rasulullaah SAW mengatakan, jika jarimu atau kakimu terluka, atau salah satu bagian tubuhmu terluka, kau merasakan sakitnya, kau tidak bisa tidur. Tubuhmu merasakan demam karena tubuhmu bersaha untuk bertempur dengan bakteri yang ada di dalam infeksi. Dia berusaha untuk bertarung dengan musuh sehingga seluruh tubuh terlibat dalam perjuangan tersebut. Itulah deskripsi yang Rasulullaah berikan dengan “Ummat”. (Rio Aurachman

*Inspirasi Kisah : kalamullah.com

Posting Komentar

0 Komentar