Hadang Korupsi APBD, PKS Sarankan buat UU Pengadaan Barang dan Jasa

Nasir Djamil

Praktek Kotor dengan cara mengeruk uang pendapatan belanja negara atau daerah yang dilakukan pejabat pemerintah daerah dengan mengamankan sisa anggaran APBN/APBD ke rekening pribadi kian marak dilakukan. Hal itu, dilakukan agar sisa anggaran (silva) tidak balik ke negara.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR RI, Nasir Djamil membenarkan maraknya hal tersebut. Maka dari itu, dirinya meminta agara sistem pengelolanan keuangannya harus diubah.

"Itu memang sering terjadi kesalahan seperti itu. Makanya kan harus dirubah," ujar Nasir Djamil di Gedung DPR, Senin (27/8).

Menurut politikus PKS itu, dalam hal ini Kemenkeu dan Kemendagri harus bersinergi untuk mengatasi masalah ini. Pasalnya, modus seperti ini sudah kerapkali berpeluang untuk disalahgunakan oleh kepala Pemerintahan Daerah karena dapat memerintahkan bendahara sebagai anak buahnya.

"Ada kepala daerah juga tersangkut masalah ini, ketika dia membeli barang lalu kepala daerah itu meminta untuk membeli barang itu anggarannya dipindahkan ke rekening dia. Gara-gara itu kepala daerah kena," kisahnya.

Lebih lanjut Nasir mengatakan, modus seperti itu sebenarnya paling tinggi pada pengadaan barang dan jasa. Sehingga kalau mau serius, kata dia, dibuat UU Pengadaan Barang dan Jasa.

"Kalau mau serius dan DPR mau serius, mari sama-sama kita buat UU pengadaan barang dan jasa. Posisinya persoalan itu kan di perpres kan perpres itu kan kedudukannya enggak kuat," tegasnya.

Dia pun mengatakan, jika 30 persen lebih kasus-kasus korupsi dan suap seperti itu terjadi pada pengadaan barang dan jasa. Makanya periode lalu, RUU itu gagal untuk dibahas di DPR. Karena itu sumber-sumber uang bagi kepala daerah, bukan di kepala daerah tapi disemua level pemerintah.

"Saya berharap memang pemerintah dan DPR terkait dengan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi ini mungkin salah satu kado untuk diserahkan untuk mengakhiri periode 2014," tukasnya.

Seperti diketahui, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengingatkan perlunya pemantauan penyerapan anggaran APBN dan APBD dalam Triwulan ke IV ini. Sebab, modus tindakan koruptif dilakukan dengan cara memindahkan dana anggaran APBD ke rekening pribadi.

"Bisa saja mereka mengaku bahwa tindakan ini adalah untuk mensiasati sistem pertanggungjawaban anggaran yang tidak boleh melewati tanggal 18 Desember. Tetapi perbuatan seperti ini, apapun tujuannya, tetap tidak bisa ditolerir. Pada saat seorang pejabat memindahkan uang negara ke kantong pribadinya, itu sudah masuk definisi korupsi," ujar Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso melalui pesan singkatnya, Minggu (27/8).

Agus mengingatkan agar setiap pimpinan memantau secara seksama penyerapan anggaran sebagaimana yang telah direncanakan oleh instansi masing-masing. Karena dari data PPATK, korupsi terjadi karena peluang, yaitu menumpuknya realisasi anggaran di akhir tahun anggaran.

Dia pun mengatakan jika kasus seperti ini sering terjadi setiap tahun, dan menyebar di seluruh daerah di Indonesia. Oleh karena itu, pengawasan dan pemantauan penyerapan anggaran harus senantiasa dilakukan para pimpinan. [wartanews.com] [PKSPiyungan.org]

Posting Komentar

0 Komentar