Selama triwulan
pertama, Komisi III DPRD Kota Bandung telah memanggil sejumlah organisasi
perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kota Bandung yang menjadi mitra
kerja mereka. Di antaranya, Badang Penelitian dan Pengembangan (Bapelitbang),
Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM), Dinas Cipta karya, Bina
Konstruksi dan Tata Ruang, Dinas Perhubungan (Dishub), Dinas Komunikasi dan
Informatika (Diskominfo) serta Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana
(Diskar PB).
“Kami mengumpulkan
mitra kerja kami dilingkungan Pemkot Bandung untuk mengumpulkan beberapa data
dan fakta yang terjadi di lapangan, terkait kinerja mereka,” ujar Wakil Ketua
Komisi III DPRD Kota Bandung, Agus Andi Setyawan.
Dari pertemuan
tersebut, kata Agus, salah satu hal yang harus digaris bawahi adalah masalah infrastruktur.
“Infrastruktur ini
urusan wajib layanan dasar,” ujarnya.
![]() |
Kondisi Trotoar Jalan |
Dikatakannya, banjir masih jadi masalah dan salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah membuat rencana induk drainase. Sebenarnya, untuk rencana penanggulangan banjir sudah ada di dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), namun belum dirinci secara detail.
“karena perlu
diakui, sekarang ini debit air meningkat. Karna permasalahan dari hulu ke hilir
juga bertambah, ”jelasnya.
Diakuinya, debit
air yang mengalir ke Kota Bandung, daya tampung dan daya alir harus diketahui
secara jelas.
“Karena debit
airnya yang ada di Kota Bandung ini merupakan buangan dari wilayah Kabupaten
Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi dan sekitarnya. Namun juga bisa
dialirkan ke wilayah tetangganya. Sehingga harus ada koordinasi dengan pimpinan
daerah wilayah sekitar untuk menyelesaikan masalah banjir ini, “papar agus.
Disinggung fungsi
kolam retensi yang digadang-gadang bisa membantu menanggulangi banjir, Agus
menilai, ada kesulitan lain yang dihadapi.
“Bandung, khususnya
wilayah Gedebage ini adalah kawasan cekungan, dimana pasti akan menampung air,
masalahnya tidak mudah mengalirkan air dari cekungan ke wilayah yang lebih
tinggi, dibutuhkan mesin penyedot. Nah untuk ini dibutuhkan pengadaan lagi,”
bebernya.
Di sisi lain,
lanjut Agus, kepedulian masyarakat terhadap banjir juga baru muncul ketika
sudah terjadi. Sementara saat musim kemarau, masyarakat tidak punya kepedulian
terhadap banjir.
“Di samping solusi
penyelesaian banjir dari pemerintah belum kongkret. Termasuk masyarakat ribut
setelah banjir, saat kemarau malah tidak peduli,”sesal Agus.
Ditanya upaya
mengurangi banjir dengan biopori atau drumpori yang sudah digaungkan oleh
Pemkot Bandung, Agus menilai sistem ini kurang pas diterapkan di kawasan
cekungan seperti Rancasari.
“Karena disana
digali sedikit sudah keluar air. Jadi sulit kalo kita mau menerapkan program
biopori,”tuturnya.
Komisi III juga
menyoroti kurang pahamnya masyarakat terhadap penanggulangan dan pencegahan
kebakaran dan kebencanaan.
”Memang kita punya
satgas penanggulangan bencana. Namun pada kenyataannya di masyarakat, mereka
belum paham bagaimana mengatasi bencana dan mencegah kebakaran,”terangnya.
Buktinya, sambung
Agus, masih banyak kebakaran terjadi karena kelalaian.
”Masih banyak warga
yang menumpuk colokan, sehingga menimbulkan korsleting, ”tambahnya.
Untuk itu,
pengecekan instalasi listrik ini mutlak dibutuhkan dilakukan secara berkala.
Hal yang sama berlaku untuk rutilahu (rumah tidak layak huni) yang mendapatkan
bantuan dari pemerintah, seharusnya dilengkapi dengan pengecekan instalasi.
“Karena bukan tidak
mungkin instalasi listrik di bangunan lama sudah tidak layak, seperti kabel
mengelupas. Sehingga memicu terjadi korsleting listrik yang kerap menyebabkan
terjadinya kebakaran,”tuturnya.
Andi menilai,
sosialisasi penanggulangan bencana dan pencegahan kebakaran ini belum
tersampaikan secara maksimal terhadap warga. Begitu halnya dengan bantuan
Rutilahu, Agus mengatakan, jumlah Rp15 juta-Rp20 juta untuk merenovasi rumah
memang tidak cukup.
“Memang bantuan
yang diberikan dari pemerintah untuk membeli bahan baku, tapi kan itu tidak
cukup. Karena untuk membangun juga membutuhkan biaya. Mau darimana biaya. Mau
darimana biaya untuk sewa tenaga membangun. Apakah warga sekitar masih mau
membantu tetangganya untuk membangun rumah,” jelasnya.
0 Komentar