Aku Lelah di Jalan Ini

 
google
pksbandungkota.com - Perjalanan ini begitu panjang, penuh liku dan begitu banyak rintangan. Dan terkadang pikiran untuk mundur dan memohon untuk beristirahat sejenak dari jalan dakwah ini seringkali terbersit dalam pikiran para aktivis. Meminta izin untuk keluar dari barisan sejenak dalam rangka untuk merenungkan kekurangan pribadi, yang sejatinya hanyalah dalih untuk melakukan pelarian dari amanah dakwah. Karena realita yang dirasakan begitu memilukan hati ketika menjalani jalan yang mulia ini. Amanah yang begitu menyesakkan dada, kekecewaan demi kekecewaan yang silih berganti, kawan yang datang dan pergi meninggalkan diri kita seorang untuk tetap bertahan rasanya begitu memilukan untuk tetap dipikul. Letih dan lelah.
Rasanya semangat yang begitu menggebu di awal perjalanan hilang entah kemana seiring dengan berjalannya waktu. Semangat mengingatkan, kesungguhan beramal, kedisiplinan dalam syuro dan barisan seakan telah pergi ditelan kekecewaan yang tertumpuk. Iman yang tengah rapuh  pun menjadi akselerator untuk keluar dari barisan. Semangat itu kini tak lagi sama, kini yang tersisa hanyalah percikan percikan api kecil yang bersiap untuk meredup.
Keletihan dan kekecewaan adalah hal yang wajar terjadi. Tapi jika lebih ditelisik, keletihan, kelelahan, dan kekecewaan sebenarnya nyata atau hanyalah angan-angan belaka? Karena ada banyak pembanding yang mungkin mengalami kondisi yang serupa tapi masih bisa bertahan. Yang telah berlelah-lelah berdakwah ke selosok penjuru kota, yang harinya dipenuhi dengan rapat, berjanji dengan orang, mengurusi organisasi kampus, mengurusi keluarganya, tapi masih bisa bertahan. Apakah mereka lelah? Jika ya, kenapa mereka masih mampu bertahan hingga kisahnya menjadi teladan kepada kita.
Lelah dan kecewa adalah perkara nisbi. Ini hanyalah masalah pembanding yang salah digunakan dalam melihat kondisi. Mungkin kita terlalu merasa jumawa, seakan-akan merasa yang dialami adalah yang paling berat dibandingkan dengan yang lainnya. Amanah yang dipikul seakan-akan adalah yang paling berat, kekecewaaan yang dialami adalah yang paling memilukan, fisik yang begitu terporsir, dan  merasa tak ada sahabat yang siap mendukung. Dan perasaan yang sifatnya nisbi ini dijadikan sebagai pembenaran dalam melakukan pelarian.
Bila dibandingkan apa yang kita lakukan serta yang kita dapatkan sebagai risiko perjuangan di hari ini dengan keadaan orang-orang terdahulu dalam perjalanan dakwah ini, belumlah seberapa. Pengorbanan kita di hari ini masih sebatas pengorbanan waktu untuk dakwah. Pengorbanan tenaga dalam amal khairiyah untuk kepentingan dakwah. Pengorbanan sebagian kecil dari harta kita yang banyak. Dan bentuk pengorbanan ecek-ecek lainnya yang telah kita lakukan. Bandingkanlah pengorbanan orang-orang terdahulu, ada yang disisir dengan sisir besi, ada yang digergaji, ada yang diikat dengan empat ekor kuda yang berlawanan arah, lalu kuda itu dipukul untuk lari sekencang-kencangnya hingga robeklah orang itu. Ada pula yang dibakar dengan tungku yang berisi minyak panas.
Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (At-Taubah: 45-46)

Bila kita memandang kehidupan generasi pilihan, kita akan temukan kisah-kisah brilian yang telah menyuburkan dakwah ini. Muncullah pertanyaan besar yang harus kita tujukan pada diri kita saat ini. Apakah kita dapat menyemai dakwah ini menjadi subur dengan perjuangan yang kita lakukan sekarang ini ataukah kita akan menjadi generasi yang tergantikan dalam sejarah dakwah ini.
“Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci”. (QS. Al-Ma’idah: 54).
Saat tubuh tidak lagi tegak, saat kaki mulai lemah, saat lisan mulai keluh untuk menyuarakan kebenaran, mungkin kita perlu menelisik iman dan niat diri. Bisa jadi iman ini tengah compang-camping tercampur dengan fatamorgana kenikmatan dunia, mungkin niat ini tak lagi ikhlas, sudah banyak tercampur dengan ketenaran, pujian yang mengguyur, dan cercaan yang menghujam.
Jika memang ada kelelelahan, keluhan dan kekecewaan titipkanlah kepada angin dalam doa di setiap sujud kita. Cukuplah Allah yang mendengarkan, karena Dia-lah satu-satunya tempat kita bergantung dan memohon pertolongan. (Zev)

Posting Komentar

0 Komentar