Ketika Kolom Agama di KTP Tak Beraksara

Ketika Kolom Agama di KTP Tak Beraksara
 
Reaksi bermunculan ketika Tjahjo Kumolo selaku Menteri Dalam Negeri memberikan statemen bahwa kolom agama dalam penulisan KTP boleh tak diisi alias tanpa aksara apapun. Sepintas nampak sepele masalahnya, tapi mengapa mendapat reaksi kuat dari masyarakat terutama umat Islam?
 
Sebelum mengetahui latar belakang alasan dan dampaknya, bagi umat Islam yang tenang tak bereaksi tak dapat disalahkan. Tapi mungkinkah tak terusik juga jika dikemukakan alasan dan dampak yang ditimbulkan dibawah ini?

Pertama dengan dikosongkannya kolom agama Tjahjo Kumolo ingin mengakomodir Aliran Kepercayaan, Ahmadiyah dan agama baru Bahai yang selama ini hanya enam agama resmi saja yang bisa ditulis dalam kolom agama. Sekarang sedang diambil langkah pendekatan dengan pihak terkait, karena terganjal Undang-undang no 24 tahun 2013 yang mengatur tentang Administrasi Kependudukan, agar Aliran Kepercayaan bisa dimasukkan sebagai identitas di KTP.

Sebagaimana diketahui bersama perihal Aliran Kepercayaqn ini sudah jadi polemik nasional sejak tahun 1967, tepatnya ketika opini politik negara diarahkan pada pemberantasan PKI.

Saat itu baik umat Islam maupun umat Nasrani sepakat melarang dianutnya Aliran Kepercayaan karena dicurigai sebagai wadah persembunyian pengikut PKI. Maka saat itu negara mewajibkan warganya memilih salah satu diantara lima (kini enam) agama resmi yang diakui di Indonesia.



Ketika Undang Undang Perkawinan, ditahun 1973 polemik Aliran Kepercayaan ini mencuat lagi. Para Wakil Partai Islam di Parlemen dengan kuat menolak pernikahan penganut Aliran Kepercayaan dilakukan di KUA, sehingga tahun 1975 diputuskan Mendagri, pernikahannya dicatat di Catatan Sipil.



Perjuangan pengikut Aliran Kepercayaan sedikit menampakkan hasil, ketika Asas Tunggal digulirkan. Namun demikian Kementerian Agama tidak mengakomudir masuk dalam pengawasannya dan akhirnya Aliran Kepercayaan diletakkan dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Alasannya karena Aliran Kepercayaan dikategorikan 'kepercayaan yang belum sempurna', sehingga pengikutnya masih harus dibimbing agar mencapai kematangan dalam beriman.



Dan kini dengan kebijakan Menteri Dalam Negeri dengan menghijinkan kolom agama dikosongkan, selangkah lagi Aliran Kepercayaan memperoleh kemenangan.



Menghitung dampak yang ditimbulkan akibat kebijakan Tjahjo Kumolo selaku Menteri Dalam Negeri , atas ijin pengosongan kolom agama di KTP, dapat disimak pendapat dua tokoh yang tak diragukan kepakaran dibidangnya, yaitu Ledia Hanifa, legislator dari PKS dan Din Syamsuddin, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Apa saja dampak negatifnya ? Mari simak bersama.



Ledia Hania mengatakan "Pencantuman agama di eKTP (KTP ekektronik,pen) berkorelasi dengan hak seseorang mendapat pengajaran agama di sekolah dengan guru seagama, sebagaimana yang tertera dalam Undang Unbdang Sistim Pendidikan Nasional (SisDikNas)".

Setidaknya akan menegaskan pola kerukunan hidup antar umat beragama.

Dampak lainnya masih dicontohkan legislator PKS, ketika terjadi kecelakaan dan korban sampai meninggal, menimbulkan masalah ketika akan dilakukan pengurusan jenazah, karena identitas di eKTP agama tak disebutkan.



Satu penjelasan yang patut direnungkan dari Ledia Hanifa, dikatakan bahwa dalam pembukaan UUD 45 secara tegas meletakkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai landasan, sehingga dapat dikatakan "Setiap warga negara yang menjalankan agamanya dengan baik, maka ia seorang Pancasilais".



Tak kurang menyentak pendapat dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin. Ia menilai Tjahjo Kumolo selaku Menteri Dalam Negeri tak arif, memulai masa pemerintahan barunya dengan kebijakan yang potensial menimbulkan masalah dan berseberangan dengan umat Islam.



Setelah mengetahui dampak yang ditimbulkan dari sepenggal kolom agama di KTP yang tak lagi perlu dibubuhi aksara alias dibiarkan kosong, masihkah anda yang mengaku umat Islam merasa aman aman saja dengan kebijakan Menteri Dalam Negeri kita ? ( Frieda )



*dari perbagai sumber.

Posting Komentar

0 Komentar